Keberkahan Seorang Muslim – Khutbah Jum’at

Oleh : Jamal Fauzi

 Khutbah Pertama

 إِنَّ الْحَمْد لِله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِالِله مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِ’ئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اُلله فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمْنْ يَضْلُلُ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اُلله وَحْدُهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَ ِ’ل وَسَلِ’مْ عَلَى نَبِيِ’نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ أَمَّا بَعْدُ

عِبَادَ اِلله أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اِلله عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اَلله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اَّللََّ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اَّللََّ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ۝٩٦.

Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Sholat Jum’ah Rahimakumullah.

Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa memberikan nikmat-Nya kepada kita. Di antaranya, terbukti Allah memudahkan kita mendatangi panggilan-Nya pada siang hari yang mulia ini.

Shalawat dan salam, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa curahkan kepada baginda Nabi besar, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada keluarganya, para shahabatnya, serta ummatnya yang konsisten dan komitmen dengan sunnahnya. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.

Marilah kita meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Sholat Jum’ah Rahimakumullah.

Salah satu permohonan yang dipanjatkan oleh seorang muslim adalah bagaimana hidupnya menjadi berkah. salah satu makna dari berkah adalah “ziyadatul khoir” bertambah kebaikan. Hidup dikatakan berkah ketika banyak memberikan kebaikan dan bermanfaat untuk orang banyak.

Ingatkah ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan mukjizat kepada Nabi Isa ‘Alaihissalam yangmana beliau mampu berbicara sewaktu masih bayi di hadapan kaumnya? Salah satu perkataan Nabi Isa ‘Alaihissalam kala itu adalah, bahwa beliau adalah seorang Nabi yang diutus untuk memberikan keberkahan kepada orang di sekitarnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَالَ اِنِّيْ عَبْدُ اللّٰهِۗ اٰتٰنِيَ الْكِتٰبَ وَجَعَلَنِيْ نَبِيًّاۙ

وَّجَعَلَنِيْ مُبٰرَكًا اَيْنَ مَا كُنْتُۖ وَاَوْصٰنِيْ بِالصَّلٰوةِ وَالزَّكٰوةِ مَا دُمْتُ حَيًّاۖ

 “Dia (Isa) berkata, ‘Sesungguhnya aku hamba Allah. Dia (akan) memberiku Kitab (Injil) dan menjadikan aku seorang Nabi. Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada dan memerintahkan kepadaku (untuk melaksanakan) sholat serta (menunaikan) zakat sepanjang hayatku’.” (QS. Maryam: 30-31).

Para ahli tafsir menjelaskan kenapa Nabi Isa ‘Alaihissalam disifati seorang Nabi yang penuh berkah dimanapun dia berada? Alasan pertama: Karena Nabi Isa ‘Alaihissalam selalu mengajarkan kebaikan dimanapun dia berada. Alasan kedua: Karena Nabi Isa ‘Alaihissalam adalah Nabi yang selalu memenuhi kebutuhan orang-orang yang ada di sekitarnya, bermanfaat untuk orang di sekitarnya.

Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Sholat Jum’ah Rahimakumullah.

 Demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan perumpamaan keberkahan seorang muslim seperti pohon kurma. Dalam suatu riwayat dari Abdullah bin Umar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ لَمَا بَرَكَتُهُ كَبَرَكَةِ الْمُسْلِمِ

“Ada salah satu pohon yang keberkahnya seperti keberkahan seorang muslim.” (HR. Bukhari).

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan pohon yang di maksud adalah pohon kurma.

Para Ulama menjelaskan bahwa keberkahan pohon kurma itu dikarenakan semua bagian- bagiannya bermanfaat. Seluruh bagian dari pohon kurma itu bisa diambil faedahnya, tidak ada yang terbuang. Mulai dari daun, batang, buah, bahkan sampai bijinya bermanfaat.

Maka begitu pun seharusnya seorang muslim. Dimanapun berada memberikan manfaat untuk orang di sekitarnya. Memberikan keberkahan pada setiap keadaan dan terus-menerus, bukan hanya untuk dirinya tapi juga untuk orang lain.

Demikian juga di dalam banyak hadits, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa, di antara tanda kebaikan adalah terkait dengan berbuat baik dan bermanfaat untuk orang lain.

Suami terbaik adalah suami yang paling baik kepada istrinya. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Rodhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لَأهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لَأهْلِى

“Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. At-Tirmidzi).

Mengenai teman dan tetangga yang baik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

. خَيْرُ لَْاصْحَابِ عِنْدَ اِلله خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِه ، وَخَيْرُ الْجِيْرَانِ عِنْدَاِلله خَيْرُهُمْ لِجَارِه – ١٠٣

“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah yang terbaik di antara mereka terhadap sahabatnya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik di antara mereka terhadap tetangganya.” (Sunan Al-Tirmidzi, no.2070).

Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Sholat Jum’ah Rahimakumullah.

 Dalam hadits yang lain, seorang muslim yang berkah, dia akan diharapkan kebaikannya dan jauh dari keburukan.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَّللَِّ -صلى الله عليه وسلم- وَقَفَ عَلَى أُنَاسٍ جُلُوسٍ فَقَالَ « أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِكُمْ مِنْ شَ ِ’ركُمْ .» قَالَ فَسَكَتُوا فَقَالَ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ رَجُلٌ بَلَى يَا رَسُولَ اَّللَِّ أَخْبِرْنَا بِخَيْرِنَا مِنْ شَ ِ’رنَا. قَالَ « خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ »… رواه الترمذى

“Abu Hurairah Rodhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri di hadapan beberapa orang, lalu bersabda, ‘Maukah kalian aku beritahukan sebaik-baik dan seburuk-buruk orang dari kalian?’ Mereka terdiam, dan Nabi bertanya seperti itu tiga kali, lalu ada seorang yang berkata, ‘Iya, kami mau wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami sebaik-baik dan seburuk-buruk kami.’ Beliau bersabda, “Sebaik-sebaik kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya dan sedangkan keburukannya terjaga’…” (Hadits Riwayat Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no. 2603).

Bahkan, di antara tanda keberkahan seorang muslim adalah Allah akan hiasi akhir hidupnya dengan banyak beramal kebaikan. Disebutkan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ath- Thabrani, Imam Ahmad, dan lainnya, bahwa Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا أَرَادَ اَّللَُّ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ ” , قِيلَ : وَمَا اسْتَعْمَلَهُ ؟ قَالَ : ” يُفْتَحُ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ بَيْنَ يَدَيْ مَوْتِهِ حَتَّى يَرْضَى عَنْهُ مَنْ حَوْلَهُ

“Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada seorang hamba, Allah jadikan ia beramal.” Lalu para shahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dijadikan dia beramal, wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Dijadikan dia beramal shalih di akhir hayatnya, sehingga menjadi ridho kepadanya orang-orang yang ada di sekitarnya.”

Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Sholat Jum’ah Rahimakumullah.

 Maka, mari kita terus berusaha untuk menjadi pribadi yang baik, berusaha bermanfaat untuk orang di sekitar kita dengan apapun yang kita punya. Baik dengan ilmu kita, atau harta kita, atau jabatan kita, atau bahkan dengan fisik kita.  Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala

menggolongkan kita termasuk muslim yang penuh dengan keberkahan. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اَلله لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُ ِ’ل ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua

 الْحَمْدُ لِله وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ

عِبَادَ اِلله، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اِلله عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِالِله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اَلله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

إِنَّ اَّللََّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِ ‘يِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِ’مُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَ ِ’ل عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الَأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالَأمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ أَلِ’فْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَ ِ ‘جنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِ’بْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُ ِ’ريَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِيْنَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُ ِ’ريَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْخِْرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اُلله عَلَى نَبِيِ’نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و مََنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الد’يْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَ ‘بِ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اِلله، إِنَّ اَلله يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالِإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَاذْكُرُوْا اَلله الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاة

Tiga Golongan Manusia // Khutbah Singkat

Oleh : Jamal Fauzi, S.PdI

الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
اَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ ٱلْءَاخِرَةِ لِيَسُۥٓـُٔوا۟ وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا۟ ٱلْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا۟ مَا عَلَوْا۟ تَتْبِيرًا

.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam kepada Rasulullah menjadi dua hal yang penting untuk mengawali majelis ini. Hal penting selanjutnya adalah berwasiat takwa yang menjadi kewajiban bagi khatib untuk senantiasa sampaikan kepada jamaah wabil khusus kepada khatib pribadi.

Oleh karena itu mari kita tingkatkan dan kuatkan ketakwaan kita kepada Allah swt sebagai wujud penghambaan kita kepada-Nya yang menumbuhkan rasa takut pada diri kita untuk melanggar perintah-perintah-Nya. Kuatnya ketakwaan juga bisa diukur dari kemampuan kita menjalankan seluruh perintah Allah swt. Takwa akan menjadikan kita masuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung dan masuk ke dalam surga Allah swt. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat An-Naba 31:

اِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ مَفَازًاۙ

Artinya: “Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (ada) kemenangan (surga)”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Di antara tanda-tanda orang yang bertakwa telah disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 3:

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۙ

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka,”

Hadirin Rahimakumullah

Kurang lebih baru dua pekan kita meninggalkan moment special bagi kaum muslimin, yaitu bulan Ramadhan. Dikatakan bulan special diantaranya adalah didalam bulan tersebut menjadi madrasah kita untuk memperbaiki kualitas ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT. Karena disana amalan dilipatgandakan pahalanya, dan menjadikan kita hidup lebih berkualitas di bulan lainnya.

Jika bulan special masih ada yang mengabaikannya, maka kita termasuk golongan orang yang merugi. Lalu bagaimana kualitas kita setelah bulan Ramadhan berakhir? Mari kita simak penjelasan Imam Hasan Al-Bashri RA. Mengatakan Ada tiga golongan Manusia yang secara umum :

Pertama, فَرَجُلٌ كالغِذَاءِ : لا يُستَغنَى عنه

Orang yang Seperti makanan, Selalu dibutuhkan. Jika kita termasuk golongan yang pertama ini, kita merasa selalu dibutuhkan oleh orang lain. Yang memiliki ilmu, nasehat-nasehatnya dibutuhkan. Menjadi motivasi untuk menyemangati orang lain. Ide-ide dan pemikiran untuk kepentingan orang lain. Yang memiiki tenaga, yang memiliki harta selalu dibutuhkan orang lain karena selalu membantu sesama. Sehingga ilmunya, tenaganya, pikirannya, hartanya, dan lainnya dijadikannya sebagai medan kebaikan dan ladang pahala di dunia untuk bekal akhirat.

Golongan kedua adalah ورَجُلٌ كالدَّوَاءِ : لا يُحتَاجُ اليه الَّا حِينًا بعد حِينٍ

Orang yang seperti Obat, Hanya terkadang dibutuhkan. Golongan kedua ini tingkat keikhlasanya belum maksimal sehingga masuk di level ‘am (umum) atau kebanyakan orang. Sehingga kebutuhannya hanya diperlukan disaat orang lain membutuhkan.

Hadirin yang dirahmati Allah SWT

golongan terakhir adalah ورَجُلٌ كَالدَّاءِ : لايُحتَاجُ اليه ابَدًا

Orang yang seperti penyakit, tidak pernah dibutuhkan selamanya.

Orang yang termasuk pada golongan ketiga ini adalah orang yang selalu menyakiti perasaan orang lain. Perkataannya yang menyakiti orang lain. Perbuatannya yang merusak kebahagiaan atau fasiltas orang lain. Serta perilaku dan perangainya yang tidak mencerminkan sosok pengayom, pembimbing dan pemberi kebaikan kepada orang lain. Sehingga keberadaannya tidak diharapkan sama sekali.

Hadirin siding Jumat yang berbahagia.

Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang Muslim. Setiap Muslim diperintahkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Memberikan manfaat kepada orang lain, maka manfaatnya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri. Allah SWT berfirman:

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda : “Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya.” (Muttafaq ‘alaih).

Hadirin sidang Jumat yang berbahagia.

Demikianlah 3 Golongan manusia menurut Imam Hasan Al-Bashr RA. Semoga kita termasuk golongan pertama yang selalu dibutuhkan orang lain, Selalu bermanfaat bagi orang lain sehingga kita termasuk golongan orang-orang yang bertakwa.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ مَنَّ عَلَيْنَا بِشَرِيْعَةِ الْإِسْلَامِ، وَبِتَيْسِيْرِ الصِّيَامِ وَالْقِيَامِ، وَأَشْهَدُ ألَّا إلهَ إلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، ذُوْ الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى الله وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَتْبَاعِهِمْ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

فَقَالَ تَعَالىَ اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِي يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللهم أعِزَّ الإسلامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اللهم أعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اللهم أعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًا، وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ،

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

 

GHIBAH yang dilarang dan yang di bolehkan

Sahabat Wardah, Lidah memang tak bertulang. Sangat ringan. Saking ringannya, mudah bagi kita untuk mengucapkan apapun; seperti memberi kabar baik, berdialog, menghibur dan hal baik lainnya atau bahkan mencela, menghina, menghakimi dan menceritakan hal buruk lainnya. Namun bagi muslim yang beriman, Ia tidak menganggap enteng dan menghina seorang pun. Karena seorang Muslim adalah saudara untuk Muslim lainnya. Ia tidak merendahkannya dan tidak menghina saudara-saudaranya sesama kaum Muslimin.

Di era digitalisasi saat ini, Ghibah atau menggunjing orang bukan hanya melalui lidah saja, dengan “jempolpun” yang bertulang itu menjadi ringan bagi orang yang terbiasa dengan ungkapan dan celaan menghina atau bahkan sekedar cerita yang sebenarnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tahukah kalian apa itu ghibah?”
Mereka menjawab: “Allah dan RasulNya yang lebih tahu.” Beliau bersabda: “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau: “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda: “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat buhtan).”
(HR. Muslim).

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا  الَّذِيْنَ  اٰمَنُوا  اجْتَنِبُوْا  كَثِيْرًا  مِّنَ  الظَّنِّ  ۖ اِنَّ  بَعْضَ  الظَّنِّ  اِثْمٌ  وَّلَا  تَجَسَّسُوْا  وَلَا  يَغْتَبْ  بَّعْضُكُمْ  بَعْضًا  ۗ اَ  يُحِبُّ  اَحَدُكُمْ  اَنْ  يَّأْكُلَ  لَحْمَ  اَخِيْهِ  مَيْتًا  فَكَرِهْتُمُوْهُ  ۗ وَا تَّقُوا  اللّٰهَ  ۗ اِنَّ  اللّٰهَ  تَوَّا بٌ  رَّحِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 12)

Namun ada pula Ghibah yang diperbolehkan, apa saja itu?

6 SEBAB DIBOLEHKAN GHIBAH

  1. Seseorang yang didzalimi

Ia boleh untuk melaporkan kepada penguasa atau ke seorang hakim atau selain keduanya yang mempunyai kekuasaan dan kemampuan untuk mengembalikan atau memberikan keadilan kepadanya. Maka ia menyebutkan contohnya, bahwasanya fulan telah mendzalimi aku, berbuat demikian kepadaku, mengambil dariku atau sejenis perkataan ini.

  1. Berusaha untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan seorang pelaku maksiat kepada jalan kebenaran

Contohnya ia mengatakan kepada orang yang mampu untuk menghilangkan kemungkaran tersebut dengan mengatakan, “Fulan (ia menyebutkan namanya) melakukan demikian, maka laranglah ia dari perkara tersebut” atau seperti perkataan ini dan tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkaran tersebut. Jika tujuannya bukan demikian maka ia tidak boleh untuk melakukannya.

  1. Meminta fatwa

Meminta fatwa dengan cara ia berkata kepada seorang Mufti, contohnya “Bapakku mendzalimi aku atau saudaraku atau orang lain, bolehkah ia melakukan tersebut atau tidak dan apa caraku agar aku bisa selamat dari perkara ini?” atau sejenisnya atau boleh juga seorang suami mengatakan istriku melakukan demikian atau sebaliknya suamiku melakukan demikian, maka ini boleh karena ada kebutuhan. Namun yang lebih hati-hati jika seseorang ketika bertanya cukup mengatakan, “Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang demikian atau seorang suami atau seorang istri yang melakukan hal demikian.” Karena apabila tujuan telah tercapai tanpa menyebut nama maka ini dibolehkan. Namun juga jika dia menyebut nama ini juga dibolehkan. Hal ini berdasarkan hadits Hindun ketika dia melaporkan kepada Rasulullah:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ…

“Wahai Rasulullah sesungguhnya Abu Sufyan (suaminya Hindun), ia adalah seorang yang pelit.”

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak melarangnya.

  1. Memperingati kaum Muslimin dari satu keburukan atau menasehati mereka

Diantaranya yaitu menyebutkan cela seorang perawi hadits atau seorang saksi. Ini dibolehkan berdasarkan konsensus atau ijma’ kaum Muslimin bahkan ini wajib karena ada kebutuhan. Contoh lain dari jenis yang keempat ini yaitu jika seseorang meminta pendapat kepada orang lain jika ia ingin menikahkan putrinya atau anaknya atau saudarinya atau ingin membangun bisnis dengan seseorang atau ingin menitipkan barang atau sejenisnya maka wajib bagi orang yang diminta pendapatnya untuk menjelaskan keadaan orang tersebut. Jika tujuan telah tercapai cukup dengan mengatakan tidak baik anda bermuamalah dengan orang tersebut atau tidak baik anda menikahkan keluarga anda dengan orang tersebut atau jangan engkau lakukan perkara ini, jika ini sudah cukup maka tidak boleh ditambahkan dengan menyebut aib-aib orang tersebut yang lain. Namun jika tujuan belum bisa tercapai maka boleh jika dijelaskan secara rinci apa saja aib orang tersebut.

Juga diantara contoh jenis yang keempat ini jika ada seorang yang ingin membeli budak yang dikenal dia sering mencuri atau berzina atau minum khamr atau selainnya, maka wajib bagi kita untuk menjelaskan kepada orang yang ingin membeli budak tersebut jika ia tidak tahu. Namun tidak khusus untuk budak saja, namun semua barang yang ingin dibeli jika ada aibnya, jika ada kerusakannya, wajib untuk dijelaskan kepada seorang pembeli jika ia tidak mengetahuinya.

Contoh lain lainnya, jika kita melihat seorang yang belajar kepada seorang ahli bidah atau orang yang fasik dan kita takut orang tersebut mendapatkan bahaya atau tersesat, maka wajib bagi kita untuk menasehati orang tersebut dengan menjelaskan keadaan orang yang ia datangi. Dan tentu wajib disini kita meniatkan menasehati orang tersebut karena terjadi kesalahan dalam hal ini. Seseorang menyangka bahwasanya dia menasehati padahal dia sebenarnya sedang iri, sedang dengki dan sedang hasad karena ia digoda oleh setan dan ia merasa telah memberikan nasehat. Maka ini perlu untuk kita perhatikan.

Juga contoh lain dari jenis keempat ini yaitu jika ada seorang yang memegang jabatan tertentu namun ia tidak melaksanakan tugasnya dengan baik atau dia seorang yang fasik atau seorang yang lalai. Maka wajib bagi kita untuk melaporkan orang tersebut kepada atasannya untuk mencopot jabatannya atau mengganti dia dengan orang lain yang lebih pantas untuk menduduki jabatan tersebut. Atau ia berusaha menasehati bawahannya dan jika ia tidak mengambil nasehatnya maka ia bisa menggantinya.

  1. Orang yang terang-terangan melakukan perbuatan dosa atau perbuatan bid’ah

Ini seperti orang yang terang-terangan meminum khamr atau merampas harta manusia atau mengambil harta orang lain dengan cara yang dzalim atau melakukan perkara-perkara yang batil, maka ini boleh untuk dighibahi, boleh disebutkan apa yang ia terang-terangan melakukannya. Namun tidak boleh disebutkan dosa-dosa yang ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi kecuali jika ada sebab lain yang telah kita sebutkan sebelumnya.

  1. Ketika seorang menyebutkan ciri tertentu

Contohnya jika ada seorang yang terkenal dengan panggilan “orang yang rabun matanya” atau “orang yang pincang” atau “orang yang tuli” atau “orang yang buta” atau “orang yang pesek” atau “orang yang juling” atau selainnya. Ini boleh dengan tujuan untuk menyebutkan ciri seseorang. Namun tidak boleh kita menyebutkan semua sifat-sifat tadi jika kita mengejek orang-orang tersebut. Dan jika bisa disebutkan ciri yang lain maka itu tentu lebih baik.

Ini adalah enam sebab yang disebutkan oleh para ulama yang dibolehkan ghibah pada enam perkara tersebut, sesuai perkataan Imam Nawawi Rahimahullah.

Oleh : Jamal Fauzi,
dikutip dari berbagai sumber